Deret Pernyataan Tom Lembong Kritisi Pemerintah, Kini Jadi Tersangka Impor Gula
2024-10-31 08:50:17

Penetapan mantan menteri perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam perkara dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung menuai polemik. Sebagian menilai penetapan itu bernuansa politis lantaran dianggap tebang pilih.

Pakar Hukum Pidana Abdul Fikar bahkan menilai penetapan Tom Lembong dalam kasus importasi gula tidak tepat lantaran hal itu berkaitan dengan kebijakan. “Kejaksaan sudah gegabah dan bermain politik,  penetapan Tom Lembong sebagai tersangka karena kebijakannya ini tidak tepat dan tidak berdasar,” ujar Fikar kepada Katadata, Kamis (31/10).  

Bahkan ia menilai penetapan Tom sebagai tersangka berbahaya karena akan mengakibatkan orang tidak berani menjadi pejabat publik. Menurut Fikar, seharusnya kebijakan tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik yang memiliki wewenang. “Kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis.” 

Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan kejaksaan tengah menyelidiki dugaan aliran dana yang diterima Tom dalam kasus yang tengah diusut. Kejaksaan mencatat dugaan korupsi tersebut menyebabkan negara  mengalami kerugian kurang lebih Rp 400 miliar.

“Terkait dengan kerugian keuangan negara yang sudah disampaikan bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Mengenai aliran dana itu akan didalami juga,” kata Harli. 

Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka ramai diperbincangkan lantaran disinyalir berkaitan dengan posisinya yang kerap menyorot sejumlah kebijakan pemerintah. Pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu, Tom berada dalam barisan tim pemenangan Anies Baswedan. 

Saat menjadi juru kampanye untuk Anies, Tom beberapa kali mengkritik pemerintah. Namanya semakin mencuri perhatian setelah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyentil nama Tom dalam salah satu sesi debat capres cawapres. 

Pada sesi debat cawapres keempat, calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menuduh Tom Lembong membuat kebohongan publik. Tuduhan itu terkait dengan pernyataan Tom bahwa pabrikan asal AS, Tesla tak menggunakan nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik.

“Tesla enggak pakai nikel itu kebohongan publik. tesla itu pakai nikel dan Indonesia punya cadangan nikel terbesar, itu kekuatan kita,” ujar Gibran dalam debat cawapres,  Senin (22/1). 

Peringatkan Harga Nikel dan Risiko Penurunan Jangka Panjang

Tom Lembong memberikan peringatan kepada pemerintah, khususnya kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, agar berhati-hati dalam berspekulasi terkait harga nikel. Dalam sebuah diskusi yang berlangsung Februari 2024,  Tom menegaskan bahwa penurunan harga nikel saat ini adalah bagian dari tren yang lebih panjang dan belum mencapai titik stabilnya.

Menurut Tom, komoditas nikel akan terus mengalami penurunan hingga beberapa tahun ke depan, sehingga optimisme berlebihan yang disuarakan pemerintah bisa menyesatkan pelaku industri.

“Saya prihatin bahwa intervensi yang berlebihan di sektor smelter menciptakan over capacity dan over supply, yang ujungnya merugikan semua,” ucap Tom saat itu. 

Lebih lanjut, Tom memperingatkan bahwa pelemahan harga ini akan berdampak langsung pada industri smelter dan tambang nikel di Indonesia. Ia mengatakan, industri yang terlalu mengandalkan harga tinggi nikel untuk investasi jangka panjang, bisa terjebak dalam pola boom and bust yang membuat mereka rentan saat harga turun. Kondisi ini akan memengaruhi perekonomian, karena ketergantungan terhadap sektor tertentu tanpa diversifikasi dapat berujung pada ketidakstabilan ekonomi nasional.

Dengan prediksi penurunan harga nikel yang berkepanjangan, Tom menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi strategi hilirisasi komoditas ini. Menurutnya, fokus yang berlebihan pada hilirisasi nikel bisa berakhir dengan hasil yang tidak optimal, apalagi jika tidak didukung oleh strategi pasar yang berkelanjutan. 

Sorot Dampak Lingkungan dari Hilirisasi ala Jokowi

Tom Lembong menyoroti kebijakan hilirisasi yang diterapkan pemerintahan Presiden Jokow. Ia berpendapat hilirisasi yang dikembangkan pemerintahan Jokowi tidak berorientasi pada pasar. Ia menyoroti bahwa pemerintah tampaknya hanya melihat harga nikel yang sempat melonjak tinggi tanpa mempertimbangkan potensi ketidakstabilan harga jangka panjang.

Lebih jauh ia melihat hilirisasi yang dikembangkan terlalu berorientasi pada investasi yang padat modal dan bukan padat karya. Hal itu membuat hilirisasi tidak terlalu berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja. 

Ia mengingatkan bahwa banyak pekerjaan di sektor ini dilakukan oleh mesin atau robot, yang berarti kebijakan ini tidak memberikan manfaat maksimal dalam hal peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat. Hilirisasi yang dikembangkan juga dinilai tidak memperhatikan dampak lingkungan. 

Ia menyoroti bahwa standar lingkungan yang diterapkan dalam sektor pertambangan dan smelter nikel masih jauh dari ideal. Proses penggalian nikel, misalnya, membutuhkan lahan yang luas dan dapat menyebabkan tanah menjadi toksik serta berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. 

Tom juga mengingatkan bahwa strategi ekonomi dalam hilirisasi rentan merugikan perekonomian dalam jangka panjang. Hal itu juga dinilai dapat menyebabkan ketidakstabilan di sektor pertambangan nikel itu sendiri. Menurutnya, strategi yang lebih baik adalah bertahap dan berkesinambungan, sehingga tidak menimbulkan risiko pasar yang ekstrem.

Kritik Pembangunan IKN 

Selain hilirisasi, Tom Lembong juga mengkritik cara pemerintah menangani rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan. Ia menilai bahwa proses pembuatan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) terlalu cepat dan terkesan terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat secara maksimal. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa UU tersebut tidak akan mampu mengakomodasi kebutuhan jangka panjang pembangunan ibu kota baru.

Tom juga menyoroti pernyataan Menteri Bahlil Lahadalia yang mengatakan bahwa keraguan investor terhadap proyek IKN disebabkan oleh pandangan calon presiden yang menentang proyek tersebut. Namun, Tom membantah pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa investor sudah meragukan proyek ini sejak awal. 

Ia percaya bahwa keraguan investor ini bukan disebabkan oleh faktor politis, tetapi lebih karena proyek tersebut dianggap belum siap secara infrastruktur dan kurangnya kepastian hukum yang kuat. 

Kritik Melambungnya Harga Pangan

Tom Lembong juga mengkritik kebijakan pemerintah berkaitan dengan harga pangan yang terus meningkat dan bagaimana hal ini berdampak langsung pada masyarakat luas. Masih dalam diskusi yang sama saat ia bicara soal hilirisasi Nikel, Tom menyampaikan keprihatinannya mengenai tingginya jumlah hasil pertanian yang terbuang, atau dikenal dengan istilah food loss. 

Menurut Tom, ironisnya, di saat harga pangan tinggi dan masyarakat sulit mengakses kebutuhan dasar, lebih dari separuh hasil pertanian di Indonesia terbuang sia-sia. Menurut Tom hal itu terjadi terutama di tingkat petani dan logistik. 

Ia menyebutkan, banyak hasil panen yang rusak atau hancur karena tidak ada investasi yang memadai pada infrastruktur seperti pergudangan yang tahan serangga atau pengendalian hama. Tom menganjurkan pemerintah untuk memfokuskan investasi pada infrastruktur ini, yang dianggapnya akan mengurangi jumlah pangan yang hilang dan pada akhirnya menstabilkan harga pangan di pasar.

Scroll to Top