PDIP Resmi Pecat Jokowi: Kisah Manis Masa Lalu,Awal Keretakan hingga Ejekan Megawati
2024-12-17 07:38:52

BANJARMASINPOST.CO.ID – Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan putranya Gibran Rakabuming Raka (saat ini Wakil Presiden) resmi dipecat sebagai kader PDI Perjuangan (PDIP) sejak hari ini, Senin 16 Desember 2024.

Surat pemecatan Jokowi dan Gibran dibacakan oleh Ketua DPP PDIP bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun.

Jokowi dengan PDIP memiliki cerita panjang dalam perjalanan politik di Indonesia.

Kemunculan Jokowi di panggung politik hingga memuncak ke kursi presiden tak bisa dilepaskan dari PDI-P.

PDIP adalah kendaraan politik utama Jokowi sejak hendak menjadi Wali Kota Solo dua kali, Gubernur Jakarta, hingga akhirnya dua periode menjadi Presiden Indonesia.

Isi Surat Pemecatan

Melalui video yang diterima media, pada Senin (16/12/2024), Komarudin turut didampingi oleh jajaran DPP PDIP lainnya seperti Said Abdullah, Olly Dondokambey, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul serta jajaran pengurus PDIP lainnya.

“Merdeka! Saya Komarudin Watubun, Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan. Bersama ini, tanggal 16 Desember 2024, saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mengumumkan secara resmi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai se-Indonesia,” kata Komarudin.

“DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap Saudara Joko Widodo, Saudara Gibran Rakabuming Raka, dan Saudara Bobby Nasution, serta 27 anggota lain yang kena pemecatan. Adapun surat SK, saya baca sebagai berikut,” sambung dia.

Dalam hal ini Komar juga mengumumkan jika menantu Jokowi, yanki Bobby Nasution juga telah dipecat.

Dia mengatakan bahwa jika pemecatan tersebut merupakan sanksi organisasi.

Komarudin juga menegaskan jika ketiga orang tersebut dilarang untuk berkegiatan, menjabat mengatasnamakan PDIP.

“Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya,” katanya.

Perjalanan Karir Politik Jokowi Bersama PDIP 

Joko Widodo pertama kali terjun ke pemerintahan sebagai Wali Kota Surakarta (Solo) pada 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012. Saat itu, ia sudah diusung PDI-P.

Selepas itu, Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 15 Oktober 2012 sebelum terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Majunya Joko Widodo ke kontestasi Pilpres 2014 salah satunya sebab kuatnya adalah dorongan PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri.

Saat Pilpres tersebut Joko Widodo terpilih bersama pasangannya, Jusuf Kalla.

Dalam Pilpres 2019, Joko Widodo kembali terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatannya yang kedua.

Kali ini, Joko Widodo didampingi oleh Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin dan dilantik pada 20 Oktober 2019 untuk masa jabatan 2019 hingga 2024 mendatang.

Awal Keretakan

Hubungan Joko Widodo dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai terlihat memburuk menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Hubungan buruk itu mencapi puncaknya ketika Mahkamah Konstitusi (MK) “memberi jalan” kepada Gibran sebagai bakal calon presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Keputusan terkait syarat capres dan cawapres itu menjadi kontroversial karena Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi alias paman dari Gibran.

Padahal Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden dan Gibran adalah kader PDIP, partai yang mencalonkan Ganjar Pranowo berpasangan dengan Mahfud MD.

Soal sebab dan awal keretakan Jokowi dengan PDI-P ini, salah satunya bisa diambil dari penjelasan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta 

Ia mengungkapkan, awal keretakan tersebut terjadi sudah cukup lama, sekira pada bulan Ramadan 2023 lalu.

Hal tersebut diungkapkan Anis pada program Gaspol! Kompas.com, seperti disiarkan di akun YouTube Kompas.com, Kamis (2/11/2023) lalu dikutip dari Kompas.com.

Anis mengatakan, saat itu Presiden sudah setuju dengan sebuah gagasan membangun koalisi besar yang terdiri dari gabungan partai pendukung pemerintah.

Namun pada akhirnya koalisi besar itu gagal terwujud setelah Partai Nasdem mencalonkan Anies Baswedan dan tiba-tiba PDIP mencalonkan Ganjar Pranowo.

Anis mengaku mengusulkan kepada Jokowi agar merangkul Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada tahun 2019.

Dia menilai, legacy Jokowi ketika sudah tidak menjabat Presiden lagi bukan infrastruktur, melainkan konsolidasi elite politik.

“Saya waktu itu usulkan ke Pak Jokowi supaya rangkul Pak Prabowo, ‘legacy Bapak yang paling besar itu nanti bukan infrastruktur, tapi konsolidasi elite’.

Jadi, legacy Pak Jokowi saya bilang, ‘Pak, bukan infrastruktur. Tapi legacy-nya adalah rekonsiliasi politik, itu konsolidasi elite’. Nah, ini terjadi,” ujar Anis.

Anis menjelaskan, ketika Prabowo dirangkul masuk ke kabinet pada 2019, itu adalah peristiwa yang luar biasa.

Pasalnya, Prabowo dan Jokowi sama-sama menghadapi perbedaan pemikiran para pengikutnya.

“Pak Prabowo tentu kalau tengok balik ke pengikutnya pasti dia pikir, ‘saya dituduh pengkhianat ini’.

Pak Jokowi juga kalau dia tengok ke pengikutnya dia juga pikir, ‘terus ngapain kita bertengkar selama ini, capek-capek kan. Habis itu gabung lagi’,” tuturnya.

Menurut Anis, rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo membawa berkah bagi Indonesia. Sebab, pada tahun 2020 awal, pandemi Covid-19 mulai masuk Indonesia.

Dia tidak terbayang jika Prabowo dan Jokowi masih berseberangan di momen pandemi Covid-19.

“Oposisi akan memanfaatkan Covid sebagai alat untuk menjatuhkan pemerintah, dan sangat mungkin itu terjadi,” ucap Anis.

Anis melanjutkan, pada bulan Februari 2023 dia kembali bertemu dengan Presiden Jokowi. Anis mengaku mengusulkan agar rekonsiliasi ini perlu dilanjutkan ke depannya.

Caranya, kata dia, adalah dengan mewariskan suatu koalisi besar pada Pemilu 2024.

Masalahnya, pemerintahan Jokowi sudah agak pecah saat itu karena Nasdem telah mendeklarasikan Anies Baswedan.

“Jadi satu (Nasdem) sudah mulai, tapi tidak keluar dari pemerintah. Tapi maksudnya koalisi pemerintah ini beda-beda. Itu bulan Februari,” katanya.

Pada akhirnya hubungan Jokowi dengan Prabowo makin mesra.

Hal itu berlanjut setelah Prabowo Subianto resmi dilantik menjadi Presiden Indonesia.

Prabowo bahkan beberapa kali melakukan pertemuan dengan Jokowi setelah dilantik.

Berbanding terbalik dengan hubungan PDIP dengan Jokowi yang samakin renggang hingga akhirnya pemecatan terjadi.

Ejekan Megawati untuk Jokowi

Sebelum ramainya isu keretakan, Ucapan Megawati yang mengejek Jokowi saat acara peringatan HUT ke-50 PDI Perjuangan di JIExpo Kemayoran pada Selasa (10/1/2023) silam sempat viral beberapa waktu lalu.

Saat itu, hal ini semakin menunjukkan makin meruncingnya hubungan Jokowi dengan PDI-P.

Saat itu, Megawati sebagai Ketua Umum PDIP tengah memberikan pidato politik di perayaan HUT PDIP sekaligus memberikan arahan jelang Pemilu 2024. 

Pada pidato politik Megawati, Presiden ke 5 ini memberikan pernyataan kontroversial. Pernyataan ini diduga membuat sakit hati Jokowi yang hadir ketika itu. 

Pernyataan ini pula disebut-sebut sebagai awal mula keretakan hubungan Jokowi dengan PDIP. 

Megawati mengatakan Jokowi tak ada apa-apanya jika tak didukung PDIP.

Namun diketahui bersama, Ganjar-Mahfud Capres-Cawapres yang diusung PDIP kalah di Pilpres 2024. 

Banyak yang menyebutkan ini gegara tingkah PDIP yang menghina Jokowi. 

Lantas mari kilas balik pernyataan Megawati yang membuat geram publik:

“Pak Jokowi itu ya ngono lho, mentang-mentang. Lha iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI-Perjuangan juga, duh kasihan dah,” ucap Megawati.

Sekarang, netizen pun membalikkan ucapan Megawati tersebut.

Warganet mengatakan, ternyata PDI Perjuangan tanpa Jokowi tidak ada apa-apanya.

Hal itu dibuktikan dengan tumbangnya pasangan Ganjar-Mahfud, yang diusung oleh PDI Perjuangan.

Bahkan di TPS 053 Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tempat dimana Megawati Soekarnoputri memberikan hak suaranya, pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar justru unggul.

Capres usungan Megawati malah K.O di TPS tempat anak Proklamator itu mencoblos. 

Anies-Muhaimin memperoleh suara sebanyak 113.

Sedangkan, Prabowo-Gibran 76 suara dan Ganjar-Mahfud 67 suara.

Sementara itu, suara tidak sah sebanyak 3 surat.

Scroll to Top